Rabu, 29 April 2009

Hikayat Lucu Due

Tun Fatimah


Nama Tun Fatimah mendadak heboh di tengah dominasi laki-laki yang menganggap mereka sebagai superior dalam segala keputusan menjalankan pemerintahan. Peristiwa ini terjadi pada masa kerajaan Melaka yang diperintah oleh Sultan Mahmud pada abad ke 16. Disebabkan lelaki menganggap memiliki kekuasaan penuh maka Sultan Mahmud membunuh seluruh keluarga Tun Fatimah, termasuk suami Tun Fatimah. Cerita ini bermula ketika ayahanda Tun Fatimah datang menyembah bersama Tun Fatimah ke hadapan Sultan Mahmud. Ayahanda Tun Fatimah, yang juga pembesar kerajaan, mengabarkan bahwa putrinya Tun Fatimah sudah menikah. Di hadapan sultan itulah tiba-tiba angin berhembus dan bertiup ke selendang yang digunakan Tun Fatimah. Selendang tersingkap dan wajah Tun Fatimah mendarahkan hati Sultan Mahmud. Sultan Mahmud pun menaruh pekenan sangat akan Tun Fatimah. Siang malam wajah Tun Fatimah bermain di ingatan Sultan Mahmud. Tak tahan memendam asmara untuk memiliki, Sultan Mahmud pun mengeluarkan perintah memusnahkan seluruh keluarga Tun Fatimah, kecuali Tun Fatimah yang kelak diperistri Sultan Mahmud. Tak ada daya bagi Tun Fatimah, dia dengan terpaksa menjadi permaisuri Sultan Mahmud. Namun Tun Fatimah bukanlah sembarangan perempuan, dia mengetahui lubuk luka seorang raja, dia pun menggugurkan kandungan setiap kali benih Sultan Mahmud bersemai di kandungannya. Maka Sultan Mahmud tidak memperoleh keturunan dari seorang permaisuri untuk melanjutkan kekuasaan sebagai sultan.
Ketegaran Tun Fatimah tak pernah berakhir; disaat Melaka diserang Protugis, Tun Fatimah mengangkat senjata. Bagi Tun Fatimah cinta pada tanah air melebihi duka yang telah diciptakan oleh Sultan Mahmud. “Aku berperang bukan karena sultan, tapi aku berperang karena aku cinta tanah tumpah darahku,” Tun Fatimah memang tegar. Berikut petikan wawancara khayal yang dilakukan oleh Man Tapak dengan Tun Fatimah, sang perempuan perkasa dari Tanah Melayu.

Man Tapak : Mengape Anda rela mengangkat senjate melawan Protugis, padahal Sultan Mahmud telah membunuh seluruh keluarge Anda?

Tun Fatimah : Anda telah menulis di atas, untuk ape hambe menjawab lagi.

Man Tapak : Ini penting sebab pembace ingin mengetahui hal yang sebenarnya keluar dari mulut Anda.

Tun Fatimah : Hahaha... Anda ini lucu. Di atas Anda telah mengutip langsung kalimat hambe, untuk apelagi hambe jelaskan.

Man Tapak : Baik, karene Anda tidak mau mengatekan, make saye simpulkan Anda berjuang karene panggilan negeri.

Tun Fatimah : Tepatnye, panggilan hati nurani.

Man Tapak : Tak mungkin. Anda pasti tidak dapat melupekan kebejatan Sultan Mahmud telah membunuh seluruh orang yang Anda cintai.

Tun Fatimah : Anda jangan memandang hambe sebagai seorang perempuan lemah yang terbawa oleh sampan luke dalam mengarungi kehidupan ini. Tiade yang paling pedih bagi seorang lelaki, tatkala perempuan yang ia cintai menghempaskan benih yang kelak dapat melanjutkan kekuasaannye. Hambe berjuang bukan untuk sultan, tapi untuk Tanah Melayu.

Man Tapak : Tapi ape yang telah diberikan Tanah Melayu melalui kekuasaan Sultan Mahmud untuk Anda? Cume derite, kan?

Tun Fatimah : Anda ni pernah sekolah tidak?

Man Tapak : Hai, kenape pulak bertanye macam tu?

Tun Fatimah : Hambe yang tak sekolah ini saje tahu; bahwa tiade yang paling berharge di atas bumi ini, selain dapat membuktikan diri kite berbakti kepade tanah kelahiran.

Man Tapak : Nasionalisme yang berkelebihan. Mane ade orang berjuang tanpe ade udang di balik batu?

Tun Fatimah : Orang macam Andalah yang menghancurkan negeri ini. Hambe tak mengerti, mengape ade orang seperti Anda hidup di dunia ini. Seharusnye Anda dihukum pancung, agar pemikiran Anda tidak menular kepade generasi setelah Anda.

Man Tapak : Saye bercakap beralaskan fakta. Anda saje yang tidak pernah membaca surat kabar.

Tun Fatimah : Surat kabar? Surat kabar itu ape?

Man Tapak : Oooo... maaf. Saye terbawak emosi tadi. Anda kan hidup jauh sebelum saye. Saye hidup abad 21 sedangkan Anda hidup abad 16. wajar sajelah Anda tak paham.

Tun Fatimah : Hambe bertambah tak mengerti ape yang Anda cakap kan ni?

Man Tapak : Tak apelah. Memang percakapan kite ini membuat kite tak paham. Lebih baik kite kembali kepade permasalahan semule. Boleh agaknye?

Tun Fatimah : Ok, no problem.

Man Tapak : Mak, bahase orang kulit putih ye?

Tun Fatimah : Cis, jangan Anda ucapkan orang kulit putih di depan hambe, berbulu telinge hambe mendengarkannye.

Man Tapak : Baik... saye paham. Sekarang saye nak bertenye kembali. Bagaimane Anda, sebagai perempuan, bisa membagi antare cinte tanah air dan cinte keluarge.

Tun Fatimah : Ini baru pertanyaan yang mantap. Bagi saye, perempuan dan lelaki same saje memaknai cinte, baik cinte kepade keluarge, maupun cinte terhadap tanah air. Tanah air adalah keluarge, keluarge adalah tanah air.

Man Tapak : Tapi bagaimane kalau pemilik tanah air memusnahkan keluarge kite?

Tun Fatimah : Pukulan paling berat yang harus hambe pikul, tapi hambe harus memilih, Tanah Melayu harus bebas dari penjajah. Memang terdengar terlalu heroik, bagi hambe kematian Tanah Melayu lebih pedih dibandingkan dengan kematian saudare hambe.

Man Tapak : Menurut kabar yang disampaikan oleh angin, katenye ketike berperang melawan Protugis, Anda mengangkat senjata di samping Sultan Mahmud? Bagaimane perasaan Anda saat itu?

Tun Fatimah : Lawan penjajah!

Man Tapak : Bagi Anda Sultan Mahmud bukan penjajah?

Tun Fatimah : Pertanyaan yang menyebak, ini yang hambe suke. Setiap keinginan yang mau menguasai orang lain adalah penjajahan. Hambe telah melumpuhkan Sultan Mahmud dengan tidak memberi keterunan kepadenye.

Man Tapak : Perbuatan itu tidak sepadan dengan perbuatan sultan terhadap Anda?

Tun Fatimah : Menurut siape?

Man Tapak : Menurut saye.

Tun Fatimah : Membunuh harapan seseorang tentang masa akan datang lebih menyakitkan.

Man Tapak : Sultan telah membunuh harapan Anda tentang masa depan dengan membunuh saudara dan suami Anda?

Tun Fatimah : Betul. Hambe tak dapat mengelak kenyataan ini. Kematian orang-orang yang hambe cintai, mengubur harapan hambe. Sebagai balasan terhadap sultan, hambe membuat sultan menunggu harapan yang hambe kubur bersame kamtian saudare hambe.

Man Tapak : Saye tak paham maksud Anda?

Tun Fatimah : Inilah kelemahan para kaum lelaki, mereka selalu minta sesuatu yang jelas, padahal sesuatu yang jelas itu membuat orang menjadi bodoh.

Man Tapak : Jadi Anda menganggap saye bodoh?

Tun Fatimah : Ye, kenape! Anda marah!

Melihat Tun Fatimah melototkan matenye, Man Tapak ketakutan. Dengan serba salah tingkah, Man Tapak minta diri dan lari terbirit-birit. Dalam benak Man Tapak terbayang Tun Fatimah sedang menghunus pedangnya menentang Protugis dan Sultan Mahmud. Sementara Tun Fatimah senyum menyaksikan Man Tapak lari tungang lagang.

Tun Fatimah : Padahal aku bukan Tun Fatimah, name aku Puan Jaimah. Hahaha... kasihan wartawan tu, tertipu die.

Tidak ada komentar: